Bocah itu menjadi pembicaraan di kampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan ke sana kemari
sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak cokelat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran
es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!
Tapi ini justru terjadi di tengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang
menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang
yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak
bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.
Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak
berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana
dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus
keheranan.
Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang
menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
* * * * *
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan
ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan
akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan
menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.
“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan
mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek
keterangan apa maksud semua ini.
Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan,
siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.
Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan
membawanya ke rumah.
Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang
melihatnya.
“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini?
Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah
Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya di bulan puasa,” jawab Luqman dengan
halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu
bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan
tingkahmu itu...”
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan unek-uneknya, mengomeli anak itu.
Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih
tajam lagi.
“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup di bawah garis kemiskinan pada sebelas bulan di luar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika beduk magrib bertalu, ketika azan magrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?”
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar
“sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang
menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri?
Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri?
Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.
Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan Ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami...!
Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidakabadian harta?
Lalu kenapa kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?
Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?
Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak....”
* * * * *
Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur
deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan
Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya
kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya,
tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi
semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran di
depan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!
Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah,
sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irasional, tidak masuk akal, tapi ia
mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang
dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang
yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang
kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang
berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali
menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan
mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali
tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa.
Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan
mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan
hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada
sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki
bercahayanya hati.
Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang
memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya
ketika ia salah.
-- Selamat menjalankan ibadah puasa ---
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan ke sana kemari
sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak cokelat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran
es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!
Tapi ini justru terjadi di tengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang
menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang
yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak
bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.
Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak
berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana
dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus
keheranan.
Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang
menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
* * * * *
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan
ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan
akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan
menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.
“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan
mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek
keterangan apa maksud semua ini.
Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan,
siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.
Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan
membawanya ke rumah.
Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang
melihatnya.
“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini?
Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah
Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya di bulan puasa,” jawab Luqman dengan
halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu
bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan
tingkahmu itu...”
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan unek-uneknya, mengomeli anak itu.
Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih
tajam lagi.
“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup di bawah garis kemiskinan pada sebelas bulan di luar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika beduk magrib bertalu, ketika azan magrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?”
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar
“sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang
menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri?
Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri?
Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.
Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan Ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami...!
Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidakabadian harta?
Lalu kenapa kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?
Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?
Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak....”
* * * * *
Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur
deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan
Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya
kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya,
tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi
semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran di
depan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!
Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah,
sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irasional, tidak masuk akal, tapi ia
mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang
dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang
yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang
kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang
berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali
menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan
mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali
tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa.
Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan
mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan
hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada
sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki
bercahayanya hati.
Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang
memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya
ketika ia salah.
-- Selamat menjalankan ibadah puasa ---
1 comment:
benar2 cerita yang menyentuh pak wahyu.. nice post
Post a Comment